Terlahir
sebagai seorang perempuan merupakan sebuah anugerah, walaunpun pada hakikatnya
laki-laki ataupun perempuan sama-sama mahluk yang diciptakan oleh tuhan. Ada
satu hal yang dipercaya oleh sebagian orang, yakni tuhan menciptakan perempuan
dengan wajah tersenyum. Karena dari rahim seorang perempuan lah manusia
“mengada”. “Saya
perempuan, tapi saya tidak lebih lemah dari laki-laki” kutipan dari cerpen
Menyusu Ayah karya Djenar Maesa Ayu tersebut sangat menginspirasi para penikmat
sastra, terutama kaum perempuan, dari
kutipan tersebut terdapat sebuah makna yang sangat dalam, bahwa sesungguhnya
perempuan dan laki laki memiliki kedudukan serta kekuatan yang sama. Perempuan
dapat mengubah dunia, jika mereka menyadari seberapa kuat diri mereka sendiri. Bila
banyak yang mengidentikan perempuan sebagai mahluk yang lemah dan rapuh,
berarti mereka telah menutup mata dari kenyataan yang ada. Tengoklah sosok Cut
Nya Dien yang ikut berperang di garda depan, juga sosok Margaret Thatcher
seorang Perdana Menteri Britania Raya dengan masa jabatan terlama sepanjang
abad ke dua puluh, beliau terkenal dengan kebijakan-kebijakannya yang bersifat
konservatif, selain itu ia mendapatkan julukan The Iron Lady, dan masih
banyak tokoh-tokoh perempuan lainnya yang jauh dari kata lemah dan rapuh. Atau
bagaimana dengan sosok ibu? Perempuan yang mempertaruhkan nyawa untuk
anak-anaknya, serta mengutamakan kebahagian anak serta suaminya. Apakah masih
pantas menyebut perempuan sebagai mahluk yang lemah?
Namun
tidak semua perempuan menyadari kekuatan
besar yang tertanam di dalam tubuh mereka, sehingga banyak perempuan yang tidak
mampu melepaskan diri dari belenggu kaum patriaki. Budaya ataupun pemikiran
yang ada di sekitar kita terkadang menjadikan perempuan sebagai kaum yang
dimarjinalkan, atau makhluk nomor dua setalah laki-laki. Seorang perempuan
seharusnya dapat membebaskan serta menyetarakan kedudukannya di dalam kehidupan
sosial, jika ia mampu membuka pikirannya dan menyatukan kekuatan dengan seluruh
perempuan yang ada di dunia, bila hal itu terjadi, niscaya jeratan kaum
patriaki akan musnah dari peradaban untuk selamanya.
Paham
feminisme yang dianut oleh sebagian perempuan, memandang bahwa perempuan adalah mahluk ciptaan tuhan
yang berhak untuk menentukan apapun yang bersangkutan dengan kesejahteraan hidupnya,
serta melalukan sesuatu sesuai dengan kehendak dirinya sendiri tanpa ada unsur
paksaan, karena memang begitulah seharusnya perempuan bisa menentukan apa yang
dimauinya dan tidak mudah terkooptasi oleh kondisi, perempuan adalah mahluk
yang merdeka. Namun sebelumnya, perempuan harus menyadari betapa kuat dan
berharganya diri mereka.
Terkadang musuh dari kesetaraan gender ataupun
feminisme adalah perempuan itu sendiri, sebagian perempuan memandang sebelah
mata terhadap seseorang yang berpegang teguh pada paham feminis, mereka
mengangap feminisme melanggar takdir
ataupun kodrat yang telah dituliskan oleh tuhan. Namun tanpa mereka sadari,
takdir ataupun kodrat yang mereka percaya adalah suatu kebohongan yang
diciptakan oleh kaum patriaki yang mendoktrin para perempuan untuk menerima
semuanya sebagai suatu takdir yang tidak dapat diubah, misalnya, seorang
perempuan sebaiknya tidak bergerak disektor publik, juga seorang perempuan
harus menikah sebelum usia 25 tahun atau akan dianggap sebagai perawan tua, dan
masih banyak lagi kebohongan-kebohongan lainnya yang sampai sekarang masih saja
dipercaya oleh sebagian perempuan. Sebagai seorang perempuan yang hidup di era
modern, harus menanamkan sebuah kepercayaan di dalam hatinya, yaitu “Saya
Perempuan, tapi Saya Tidak Lebih Lemah dari Laki-Laki” dengan begitu
keseimbangan serta kesetaraan yang telah diperjuangkan oleh kaum feminis selama
berabab-abab akan terwujud.
Oleh:
Rr Dewi Kartika H
0 komentar:
Posting Komentar